Beranda | Artikel
Jangan Meminta Kekuasaan
Selasa, 25 Februari 2014

Inilah yang dinasehatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ‘Abdurrahman bin Samurah, “Janganlah engkau meminta kekuasaan.” Apa masalahnya jika meminta kekuasaan atau gila kedudukan seperti yang kita saksikan saat ini pada para caleg?

Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652)

Imam Nawawi membawakan hadits di atas dalam kitab Riyadhus Sholihin pada Bab “Larangan meminta kepemimpinan dan memilih meninggalkan kekuasaan apabila ia tidak diberi atau karena tidak ada hal yang mendesak untuk itu.”

Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencari kekuasaan dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari, 13: 124)

Beliau berkata pula, “Siapa saja yang tidak mendapatkan pertolongan dari Allah, maka ia tidak akan diberi kemudahan untuk menjalankan kepemimpinannya. Permintaan untuk jadi pemimpin (dengan penuh tamak) seperti ini tidak perlu dipenuhi. Namun perlu diketahui bahwa setiap kepemimpinan tentu saja akan mengalami kesulitan. Karenanya jika tidak dapat pertolongan dari Allah, maka sulit menjalani kepemimpinan tersebut.” (Fathul Bari, 13: 124)

Al Muhallab berkata, “Meminta kepemimpinan di sini tidak dibolehkan ketika seseorang tidak punya kapabilitas di dalamnya. Termasuk pula tidak dibolehkan jika saat masuk dalam kekuasaan, ia malah terjerumus dalam larangan-larangan agama. Namun siapa saja yang berusaha tawadhu’ (rendah hati), maka Allah akan meninggikan derajatnya.” (Fathul Bari, 13: 125)

Ibnu At Tiin mengatakan, “Larangan meminta kekuasaan ini berlaku secara umum. Namun ada kasus tertentu seperti pada kisah Nabi Yusuf yang beliau masih meminta kekuasaan sebagaimana disebut dalam ayat,

اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ

Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).” (QS. Yusuf: 55).

Begitu pula terdapat pada Nabi Sulaiman,

وَهَبْ لِي مُلْكًا

Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan.” (QS. Shad: 35).

Ibnu At Tiin berkata bahwa larangan meminta kekuasaan seperti itu berlaku untuk selain Nabi. (Idem)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Siapa saja yang meminta kekuasaan, maka pertolongan Allah tidak bersamanya. Dalam kepemimpinannya tidak mendapatkan kecukupan (kemudahan) dari Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 104).

Semoga bermanfaat bagi pembaca setia Muslim.or.id

Baca juga: Bukti Kekuasaan Allah

Referensi:

  • Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
  • Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat tahun 1432 H.

@ Pesantren Darush Sholihin, 25 Rabi’uts Tsani 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


Artikel asli: https://muslim.or.id/20299-jangan-meminta-kekuasaan.html